Main ke Takengon

Halo halo halo semua 🙂

Takengon, adalah ibukota dari Aceh Tengah. Takengon merupakan kota kecil yang berada di dataran tinggi, dan dikelilingi oleh Bukit Barisan. Intro dikit biar kayak pelajaran Geografi. Ha. Takengon? Kebanyakan temen – temen kuliah dulu yang di luar Sumatera kurang ngerti dimana Takengon, kalo dijelasin mereka bakal bikin pernyataan, “aku kira Aceh itu cuma Banda Aceh doang. Kirain Aceh  itu cuma satu kota doang”. Ya banyaklah.

Takengon bisa ditempuh dari Medan sekitar 10 jam. Waktu lalu saya ke Takengon naik bis patas Harapan Indah dengan biaya Rp. 130.000,- (karena naik dari kota Langsa), kalau naik dari Medan harganya Rp. 150.000,-. Semua bis beroperasi malam hari. Start dari Medan jam 20.30 WIB, dan sampai di Takengon jam 06.30 WIB. Bisnya cukup nyaman, ber-AC, dapat snack, ada kamar mandi, smoking room, dan hiburan lagu-lagu dungdat khas Indonesia. Kayaknya sebagus apapun bisnya, lagunya tetap dungdat ya pemirsa..

Hari Ke – 1

Sesampainya di Terminal Paya Ilang, alhamdulillah ternyata saya satu bis dengan abangnya teman saya, yang memang tujuan saya ke Takengon untuk hadir ke acara nikah teman saya itu. Rezeki ga kemana. Begitu turun bis, langsung kena udara dingin Takengon yang pagi itu 13 derajat Celcius. Brrrr. Ga perlu ke Eropa mau ngerasain udara sedingin itu, itung-itung ini simulasi dulu sebelum nantinya ke Eropa. Aamiin.

Saya ke Takengon dengan adik saya, Rifah namanya. Hai Rifah. Hari pertama di Takengon, kita muterin danau Laut Tawar. Saya kira danau ini jauh banget dari pusat kotanya, ternyata hanya 10 menit. Deket banget. Alhamdulillah harinya cerah, jadi enak buat jalan-jalan sore. Danau Laut Tawar ini BESAR. Waw. Ga jauh beda sama Danau Toba. Sore itu, saya dan adik ga terlalu jauh muterinnya, mungkin hanya 1/4 dari jalan yang mengelilingi danau. Kita berhenti di masjid kecil. Saat itu lagi ada akamsi alias anak kampung sini yang lagi mandi di pinggir danau. Luwes banget mereka nyemplung, berenang, dan kayaknya ga ngerasa dingin sama sekali. Warbiasak.

Processed with VSCO

Sore hari di pinggir danau

Processed with VSCO

Processed with VSCO

Sawah di pinggir danau

Karena udah mau Maghrib kita balik ke penginapan ( kita ga nginep di rumah temen, karena doi lagi repot). Fyi, kita niat awalnya mau rental motor si pegawai penginapan dengan full day sampe 4 hari, tapi ternyata ga bisa. Motor harus dibalikin sebelum malam, karena di pegawai mau pulang ke rumah. Yailah, ga asik dong ya, mau jalan2 tapi jam 5 udah disuruh pulang. Sewa motor di Takengon sama sekali ga ada. Susah nyarinya. Akhirnya temen saya dengan baik hati mau minjemin motor milik saudaranya. Alhamdulillah.

Hari Ke – 2

Hari kedua kita pergi ke objek wisata yang katanya ngehits di Takengon. Namanya Pantan Terong. Semacam gardu pandang gitu dari ketinggian. Kira-kira 30 menit dari pusat kota. Petunjuk jalan ke Pantan Terong cukup jelas dan bisa pake digital maps juga. Jalan untuk ke Pantan terong bagus beraspal, dan menanjak. Jadi pastiin kalau motornya sehat biar ok di tanjakan. Sesampainya di Pantan Terong, sepi banget. Asli cuma kita berdua. Mungkin kita dateng pas lagi hari kerja ya, makanya sepi. Pantan Terong cukup bagus untuk melihat kota Takengon seluruhnya. Keliatan danaunya juga. Keren dan dingin. Teuteup…

Processed with VSCO

Pantan Terong

Selain ke Pantan Terong hari ini kita mau kulineran khas Takengon. Kita mampir ke ARB Coffee yang kata temen saya enak. Ternyata memang enak. Saya bukan maniak kopi. Saya pesan Caffe Mocha. Itu kalau ga salah campuran kopi dan coklat ya? Enak bangeeeeet. Donat keju dan kebabnya juga enak. Pokoknya ARB ga mengecewakan. Harganya juga ga mahal – mahal amat. Pengen balik lagi huehehe.

Setelah dari ARB, kita mampir makan di Pasar Inpres. Kita makan di RM. Sahabat Baru demi nyobain ikan depik, ikan khas danau. Selain itu kita juga nyobain asam jing. Kuahnya semacam pindang, ikannya bukan ikan laut, waktu itu ikan nila. Lidah saya kurang cocok dengan masakan khas Gayo. Yang saya suka ikan depiknya aja karena rapuh, kriuk, tapi agak pahit sedikit. Kita dapat rekomendasi tempat makan ini dari Google. Thank you, Google 🙂

Processed with VSCO

Ikan depik

Processed with VSCO

Makanan di RM Sahabat Baru

Processed with VSCO

Asam jing

Setelah perut kenyang, kita lanjut ke Goa Putri Pukes yang deket banget dari tempat makan. Kira-kira 15 menit udah sampe. Goa Putri Pukes ini objek wisata yang terkenal juga di Takengon. Goa ini merupakan goa yang punya cerita tentang Putri Pukes yang jadi batu setelah ga nuruti apa kata ibunya. Jadi, si ibu berpesan, “Jangan melihat ke belakang saat kau meninggalkan rumah nanti setelah kau menikah”, tetapi itu dilanggar oleh Putri Pukes, dan akhirnya dia menjadi batu di dalam goa. Distribusi ke goa ini sangat murah, cukup Rp. 5000,-/orang. Di dalam goa cukup serem sih, saya ga banyak foto – foto. Cuma 10 menitan di dalam goa.

Setelah dari goa, kita ke Dermaga Tetunyu. Cuma 10 menit dari goa tadi. Sebenarnya destinasi ini ga masuk list kita. Kita langsung belok kiri waktu ada plank Dermaga Tetunyu =)). Di dermaga itu ada penyewaan kapal boat gitu buat ke tengah danau. Cuma Rp. 20.000,-/orang, maka kita langsung cus. Penumpangnya yang wisatawan cuma kita berdua, dan ada 3 orang pemuda lokal yang ikutan naik sama kita. Ngobrol sama abangnya yang tadi berenang cuma pake kancut doang, doi bilang danau ini selalu bersih dan ada penghuninya. Yang katanya penghuninya itu adalah tikar mayat manusia yang udah meninggal dan dibuang ke danau. Lupa namanya apa. Lumayan sore – sore bisa ke tengah danau.

Processed with VSCO

Sail the boat across the lake

Sekian deh hari kedua. Kita keluar dari jam 10.30 – 18.00 WIB dan udah bisa ngunjungi 4 tempat sekaligus. Abis maghrib kita istirahat di penginapan aja, karena hujan dan dingin mulai menusuk di 13 derajat.

Hari Ke – 3 dan Ke – 4

Hari ketiga kita menuju Air Terjun Mengaya. Untuk ke Air Terjun Mengaya pake maps bisa lhoooo. Kalau dilihat dari maps, waktu tempuhnya sekitar 1 jam dari kota. Cukup jauh, tapi jalannya bagus. Kita masuk dari Asir-Asir dan melewati pinggiran danau. Kira-kira ada 25km dari kota. Tapi asiiiiik, karena selama perjalanan dimanjakan sama danau dan pemandangannya yang bikin seger. Asik sih asik tapi pantat panas juga :))

Processed with VSCO

Dope

Processed with VSCO

Memanjakan mata

Udah ngelewati 5 perkampungan di balik bukit-bukit, akhirnya sampai…..di gangnya. Masih di gang pemirsa, belum nyampe ke air terjunnya. Nah dari gang ini, kira-kira ada 2 km dengan jalan yang berkerikil, naik turun, dan becek (karena malamnya abis hujan). Ngeri- ngeri sedap sih ngelewatin jalan ini. Mana cuma kita berdua aja di jalanan ini :)) Ga ada wisatawan laiiiiiin hahaha. Sempat khawatir bakalan nyasar dan alhamdulillah nemu petani kopi yang lagi di kebun, si bapak bilang, udah ga jauh. Alhamdulillah dan kita nyampe dengan selamat.

Biaya masuknya Rp. 10.000,- doang. Ada ibu-ibu yang jagain di situ. Cuma kita berdua :|. Sebelum harus jalan ke air terjun utamanya, ngelewati taman dulu, tamannya itu entah udah dibuat atau apa adanya aja gitu. Tapi rapi sih, mungkin dirapihin aja kali ya. Airnya bening banget kaya muka Dian Sastro. Adem banget kaya muka Ryan Gosling abis ambil air wudhu (ya kali?). Jalannya menanjak, tapi udah diatur rapi. 10 menitan  jalan udah nyampe ke air terjun utama. Dan Masya Allah….bagus!

Processed with VSCO

Si air terjun utama

Processed with VSCO

Santai di taman

Processed with VSCO

Clear water

Selama 30 menit kita di air terjun, nyicipin air, ngerendem kaki, foto – foto, dan istirahat sebentar lalu kita turun ke bawah. Entah kenapa kalau turun itu kok lebih cepat ya?

Pulang dari air terjun, kita mampir makan di Warung Ikan Bakar Bu Lena. Kita pesan ikan nila bakar, lobster goreng, cecah terung belanda, dan cecah depik. Lobsternya bukan lobster yang besar itu, tapi ukurannya mini. Cocok banget untuk cemilan lauk makan siang. Cecah itu sambal khas Gayo. Campurannya terung belanda. Aneh ya.. Awal diicipin sih enak di lidah, tapi lama kelamaan jadi berasa pedarnya di lidah. Dan bagi saya penggila pedas, itu sama sekali ga pedas. Kalau cecah depiknya berasa pahit. Rasa ikan bakarnya enak, dan cocok buat porsi berdua.

img20170118132113

Lobster goreng, ikan bakar, cecah terung belanda

Hari ketiga kita ga pergi ke banyak tempat, karena mau cari oleh – oleh dan mau ke rumah teman saya menghadiri acara Beguru. Dan hari ke empat kita full di acara teman saya, lalu malamnya kita pulang ke Medan.

Sampai jumpa lagi Kota Dingin Takengon. Jatuh cinta sama alamnya, dan keramahtamahan penduduk lokalnya.

Thank you for a great journey!

8 thoughts on “Main ke Takengon

  1. tonisitania says:

    kemaren rencananya mau sekalian ke Aceh. Soalnya pas dari Jakarta ke Medan naik bis. Tapi keburu capek, hahaha! Oh, iya, di kedai kopi di Samarinda, ada tuh kopi Gayo Takengon yang manis-manis sedap. Kayaknya seru kalau mencicipinya langsung dari asalnya, ya?

    Like

Leave a comment